Rindu Sosok Pemimpin Perempuan
Oleh : H. Andi Ahmad Saransi
Andi Nurhaedah Ngewa, BA mantan camat Lilirilaja Era Orde Lama (Foto: Dok.H.A. Ahmad Saransi/Swin) |
Namun sejak Indonesia merdeka perempuan Soppeng tidak pernah lagi memegang tampuk kepemimpinan tertinggi sebagai Kepala Daerah atau Bupati di Soppeng, dan mengalami degradasi pada lefel Kepala Kecamatan, seperti pada zaman Orde Lama perempuan pertama yg menjadi Kepala Kecamatan adalah Andi Tasi Machmud sebagai Kepala Kecamatan Liliriaja tahun 1957.
Kemudian pada masa Orde Baru perempuan pertama yg dipercayakan sebagai Kepala Kecamatsn adalah Andi Nurhaeda Ngewa, BA dilantik sebagai Kepala Kecamamtan Liliriajia pada tahuan 1970an.
Seiring perjalanan waktu terjadi perubahan mendasar dimana pelaksabaan Pilkada langsung sejak tahun 2005 hingga tahun Pemilihan Kepala Daerah serentak yang akan berlangsung tahun 2024 nanti tampaknya belum memberikan angin segar bagi kaum perempuan. Cita-cita untuk menempatkan sebagai calon pemimpin di Soppeng masih jauh panggang dari api.
Padahal kaum perempuan Soppeng tidak boleh dipandang sebelah mata. Hal itu bisa dilihat dari rekapitulasi jumlah pemilih pemilu legislatif 2024 di Kabupaten Soppeng tercatat sebanyak 181.890 yang didominasi oleh perempuan sebanyak 95.864, sedangkan laki-laki 86.026. Kemudian daripada itu sederet nama-nama akademisi, politisi, birokrasi, dan pengusaha dari kaum perempuan Soppeng yg cukup mumpuni untuk tampil sebagai calon pemimpin Soppeng.
Perlu disadari bersama bahwa pentingnya kontribusi perempuan bagi demokrasi sebab ketika perempuan mengambil bagian dalam politik, tidak hanya perempuan dan anak perempuan yang mendapatkan manfaat, tetapi juga seluruh masyarakat karena perempuan dapat membawa gaya kepemimpinan kolaboratif dan inklusif sebagaimana pemaknaan dalam logo Kabupaten Soppeng dari _wessèi, dongiri,_ dan _salipuri_ menjadi _si wessei, sidongiri_ dan _sisalipuri_.
Kepemimpinan kolaboratif dan inklusif merupakan kunci untuk mewujudkan kesejahteraan dan kesetaraan di masyarakat Soppeng. Inilah substansi demokrasi yang sesungguhnya, bukan sebatas pada pelaksanaan pilkada yg bebas.
Sedangkan masalah-masalah yang menghambat partisipasi perempuan dalam politik selama ini, adalah faktor-faktor struktural, kelembagaan, ekonomi, dan budaya menjadi penghambat bagi perempuan untuk berpartisipasi penuh di politik, kepemimpinan, ataupun pemerintahan. Namun, dalam pelaksanaannya, partai politik dan pemangku kebijakan justru menjadi hambatan terbesar.
Oleh sebab itu dibutuhkan perubahan dan keberanian bagi partai politik untuk berani mengusung perempuan sebagai calon pemimpin di Soppeng 2024. Semoga.*
0 Komentar