Oleh Mahrus Andis
Dulu, di kampung saya, di ujung selatan Sulawesi Selatan, orang tua-tua sering melakukan salat Idul Adha di gunung Bawakaraèng. Mereka ramai-ramai mendaki puncak, membawa perlengkapan ibadah serta bahan makanan secukupnya. Di atas gunung itu mereka merayakan Idul Adha dengan salat berjamaah, melantunkan zikir, takbir, tahlil dan tahmid; memuji kebesaran Allah Rabbun Jalil, Tuhan pemilik alam dan segala isi jagat raya.
Kebiasaan salat Idul Adha di atas gunung Bawakaraèng, hingga saat ini, masih dilakukan oleh sekelompok jamaah. Namun satu hal yang menjadi soal, yakni timbulnya kesalahpahaman terhadap penggunaan istilah. Banyak orang yang menganggap bahwa mereka ke gunung Bawakaraèng untuk melaksanakan Ibadah Haji. Sesungguhnya bukan Ibadah Haji, melainkan Lebaran Haji (dalam bahasa Bugis disebut Malleppeq Hajji).
Ibadah Haji dan Lebaran Haji, dua istilah yang berbeda. Ibadah Haji adalah rukun Islam yang kelima dan wajib dilaksanakan di Tanah Suci Mekah bagi mereka yang mampu. Sedang arti Lebaran Haji adalah sebentuk salat sunnah yang dilaksanakan pada hari raya Idul Adha (baca:10 Zulhijjah) di masjid, lapangan atau tempat lain yang dianggap tepat.
Pilihan salat Idul Adha atau Lebaran Haji di puncak gunung Bawakaraèng mengandung makna filosofis. Ia merupakan simbol ketinggian nilai akidah atas pengorbanan Nabiyullah Ibrahim AS bersama putranya Ismail AS. Orang tua-tua di kampung saya merasakan kepuasan batiniah apabila mereka berhasil mencapai puncak Bawakaraèng dan melakukan ritual Lebaran Haji di atasnya. Mereka juga tidak pernah mengaku melaksanakan Ibadah Haji di puncak Bawakaraèng. Yang mereka lakukan adalah Ibadah Lebaran Haji berupa salat Idul Adha serta menyembelih hewan kurban, seperti kambing yang sengaja dibawa ke atas gunung.
Tugas kita sekarang, baik mubalig maupun yang pintar soal hukum agama, adalah meluruskan niat mereka agar tetap istikamah beribadah kepada Allah SWT. Sekaligus, membenarkan penggunaan istilah yang keliru: dari Ibadah Haji menjadi Lebaran Haji alias "Malleppeq Hajji" di puncak Bawakaraèng. *
Bulukumba, 18 Juni 2024
0 Komentar