Breaking News

Jelang Sidang Putusan, Forbes Anti Narkoba Bone Kecewa dengan Tuntutan Jaksa 18 Tahun Terhadap Koko Jhon

Ketua Forbes Anti Narkoba Bone, Andi Singkeru Rukka (atas), Anggota Forbes Anti Narkoba Bone dan Legend Kiwal Garuda Hitam Bone yang mengawal persidangan (bawah, kiri), dan Terdakwa Koko Jhon sesaat sebelum Sidang dimulai (bawah, kanan). (Foto: Ist/Swin)
Bone, SwaraIndependen.Com-- Jelang Sidang kasus narkoba yang melibatkan terdakwa Ikving Lewa alias Koko Jhon, akan diputuskan di Pengadilan Negeri Watampone. Sebelum putusan, masih ada satu kali sidang sebelum sidang putusan yakni, Duplik dari pihak terdakwa atas Replik JPU, Senin (9/9) yang akan datang.

Namun dibalik proses hukum yang sedang berjalan, menyisakan kekecewaan masyarakat terhadap tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Terutama yang tergabung dalam Forum Bersama (Forbes) Anti Nakoba Bone dan Legend Kiwal Garuda Hitam Bone.

Pasalnya, tuntutan jaksa dinilai sangat ringan, karena tidak sesuai dengan harapan masyarakat, di mana dalam persidangan muncul fakta-fakta yang menunjukkan jika terdakwa Koko Jhon ini adalah gembong narkoba di Kabupaten Bone, yang mengendalikan peredaran narkoba dalam jumlah besar.

Hal tersebut diungkapkan Ketua Forbes, Andi Singkeru Rukka, kepada SwaraIndependen di sela-sela Sidang pembacaan Replik JPU terhadap Pledoi terdakwa, di Pengadilan Negeri Watampone, Kamis (5/9) kemarin.

"Kami merasa tuntutan JPU sangat ringan tidak sesuai dengan harapan kami dan masyarakat Bone; fakta persidangan jelas bermunculan bukti jika yang bersangkutan memang mengendalikan narkoba dalam jumlah besar," ungkap Singkeru Rukka.

"Tuntutan jaksa sangat lemah, karena hanya menekankan pada bukti-bukti awal berdasarkan pengembangan kasus; fakta persidangan tidak dijadikan sebagai indikator utama dalam penyusunan tuntutan; Apa gunanya persidangan kakau dalam tuntutan fakta persidangan tidak diutamakan," tambahnya.

Menurut Singkeru Rukka, jika mengacu pada fakta persidangan, terdakwa seharusnya dihukum seberat-beratnya, minimal 20 tahun penjara. Karena perbuatannya sudah sangat meresahkan dan merusak generasi muda dan masyarakat  Bone pada umumnya.

"Seharusnya minimal 20 tahun penjara; kami berharap semoga Majelis Hakim dalam menentukan putusannya menggunakan hati nuraninya untuk mengedepankan asas keadilan terhadap masyarakat, dengan mengutamakan fakta-fakta persidangan," tegas Singkeru Rukka.

"Kami akan mengawal terus kasus ini sampai putusan; dan jika putusan hakim tidak memenuhi unsur keadilan terhadap orang banyak, kami tidak akan terima," tambahnya menegaskan.

Jaksa Tolak Pembelaan Terdakwa

Pada sidang kasus narkoba dengan terdakwa bandar Narkoba Ivking Lewa alias Koko Jhon, Jaksa Penuntut Umum dengan tegas menolak pembelaan terdakwa atas tuntutan yang telah diberikan. Sidang deangn tahapan Replik digelar, di Pengadilan Negeri Watampone, jalan MT Haryono Kekurangan Macanang Kabupaten Bone, Kamis (5/9) kemarin.

Diketahui JPU Indras membacakan Replik dalam persidangan di hadapan ketua Majelis Hakim dan Kuasa Hukum terdakwa. 

Secara panjang lebar membacakan Replik terhadap terdakwa Ivking Lewa Alias Koko Jhon, Jaksa Indras menuturkan proses keterlibatan terdakwa dalam peredaran gelap narkoba jenis sabu di kabupaten Bone.

“Pembelaan yang disampaikan tim penasehat hukum hanyalah rasa ketidakpuasan atas tuntutan 18 tahun yang diberikan,” kata Indras di hadapan majelis hakim yang diketuai Andi Nurmawati.

“Setelah mencermati isi pembelaan dan fakta fakta persidangan, maka Koko Jhon dinyatakan bersalah dan sah melakukan tindak pidana melawan hukum dengan menjual, menjadi perantara Narkotika,” tambahnya.

Jaksa Penuntut Umum yang terdiri dari Andi Syahriawan dan Indras, dengan tegas menolak pembelaan tim penasehat hukum (PH) dan tetap pada tuntutan 18 tahun.

Diakhir pembacaan Replik oleh JPU dihadapan majelis Hakim menolak pledoit Kuasa Hukum terdakwa Selasa lalu 03/09/2024 dan meminta kepada Majelis Hakim bahwa tuntutan JPU tetap pada pendirian 18 tahun dan Yang mulia majelis hakim memutuskan perkara tersebut dengan seadil – adilnya.

Kuasa Hukum Koko Jhon Bantah Kliennya Bandar Narkoba, Minta Majelis Hakim Bebaskan

Ketua Tim Kuasa Hukum Ikving Lewa alias Koko Jhon, Buyung Harjana Hamna, menyatakan kliennya bukan bandar narkoba. Selama ini, disebutnya ada pihak-pihak yang berupaya melakukan penggiringan opini publik dan juga tekanan massa dalam persidangan.

Karena itu Buyung meminta majelis hakim membebaskan kliennya. Karena dalam persidangan, mulai pembacaan dakwaan hingga tuntutan dan pembacaan pledoi, diklaimnya tidak ada bukti kuat terkait tuduhan sebagai bandar narkoba.

"Kesimpulannya, kami meminta agar klien dinyatakan tidak bersalah. Bebas atau setidak-tidaknya lepas dari tuntutan hukum," ujar Buyung, kepada awak media, saat konferensi pers di salah satu kafe di Kota Makassar, Rabu (4/9) malam itu.

"Kami berkeyakinan Koko Jhon bukan bandar narkoba. Tidak ada barang bukti langsung yang membuktikan," sambung Buyung.

Tim kuasa hukum Koko Jhon juga mempertanyakan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Tuntutan 18 tahun bui dengan barang bukti 7,6 gram, bahkan masih berat kotor dinilai terlalu berlebihan. Padahal, dalam kasus lain, ada terdakwa dengan barang bukti besar, tuntutannya lebih ringan.

Sejak ditangkap pertengahan Januari 2024, Buyung menyebut sebenarnya tidak ada barang bukti narkoba yang ditemukan langsung. 

Adapun 7,6 gram sabu berasal dari dua tersangka lain. Sabu itu dikemas dalam 46 plastik bening, tapi tak pernah dihitung berat bersihnya.

Selama proses penangkapan hingga persidangan, diakuinya sangat banyak upaya penggiringan opini publik bahwa kliennya adalah bandar narkoba. Selama ini, tim kuasa hukum diam karena ingin melihat fakta persidangan. Hasilnya, ditugaskannya tak ada bukti langsung.

"Selama ini, kami diam dan menunggu hingga pemeriksaan saksi selesai. Barang bukti 7,6 gram itu berasal dari dua penangkapan tersangka lain. Berat tersebut adalah berat kotor yang dibungkus dalam 46 klip plastik, namun tidak disebutkan berat netto-nya dalam dakwaan," kata Buyung.

Selain itu, ia bilang ada tiga buah handphone yang disita dari Koko Jhon saat penangkapan. Namun, ternyata hingga kini tidak pernah dibuka untuk mengetahui apakah ada transaksi atau percakapan terkait narkoba.

"Kami menduga adanya sebuah konspirasi. Kami sebagai penasihat hukum berkeyakinan bahwa terdakwa Ikving Lewa alias Koko Jhon bukanlah seorang bandar," tegasnya.

"Kami ingin menyampaikan kepada publik bahwa fakta persidangan menunjukkan tidak ada kesesuaian antara saksi dan barang bukti yang justru milik orang lain," jelas dia.

Dalam berbagai pemberitaan, Ikving disebut sebagai bandar besar yang mengedarkan 2-3 kilogram narkoba. Namun, di persidangan, fakta justru menunjukkan hal yang bertolak belakang.

"Saat sidang, ada tekanan dari beberapa kelompok yang meminta Ikving dihukum mati, bahkan ada yang mengancam jika tidak, maka hukum adat akan berlaku," tambahnya.

Syahban juga menyebut adanya dugaan konspirasi dalam kasus ini, di mana kesaksian justru bertolak belakang dengan tuduhan yang dialamatkan kepada Ikving.

Sekadar diketahui, Koko Jhon ditangkap pada 15 Januari 2024 di Anomali Cafe, Makassar, tanpa ditemukan barang bukti sabu. Tiga hari setelah penangkapan, penggeledahan dilakukan di ruko milik Koko Jhon di Jalan Jenderal Sudirman, Bone, dan tetap tidak ditemukan sabu.

Barang bukti 7,6 gram sabu baru diperoleh dari penangkapan dua tersangka lain yang dikaitkan dengan Koko Jhon. Dalam persidangan, Koko Jhon dituntut 18 tahun penjara dan denda Rp5 miliar subsider 1 tahun oleh JPU di Pengadilan Negeri (PN) Watampone pada Selasa (20/8) lalu.

Berikut poin-poin pembelaan PH Terdakwa

1. Kekhawatiran Terhadap Tekanan Massa: Terdakwa khawatir bahwa putusan sidang dapat dipengaruhi oleh tekanan massa dan pemberitaan media sosial, bukan berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan.

2. Penangkapan dan Penggeledahan: Terdakwa merasa dijebak saat bertemu seseorang di sebuah kafe dan kemudian ditangkap tanpa surat perintah. Tidak ditemukan barang bukti narkotika selama penangkapan maupun penggeledahan.

3. Penetapan Sebagai Tersangka: Terdakwa dijadikan tersangka berdasarkan penunjukan dari tersangka lain, meskipun tidak ada bukti fisik atau komunikasi yang mengarah pada keterlibatan terdakwa.

4. Dugaan Rekayasa Saksi: Terdakwa mencurigai adanya rekayasa dalam keterangan saksi, termasuk adanya perbedaan signifikan dalam waktu pemeriksaan dan isi keterangan saksi.

5. Kehadiran Massa dan Pemberitaan: Sidang terdakwa mendapatkan perhatian besar dari massa dan media, berbeda dengan kasus narkotika lain yang memiliki barang bukti lebih besar.

6. Tuntutan Jaksa: Jaksa menuntut terdakwa 18 tahun penjara untuk barang bukti 7,6 gram shabu, meskipun terdakwa menyangkal semua tuduhan dan mempertanyakan keadilan tuntutan tersebut.

7. Pentingnya Fakta dalam Peradilan: Terdakwa berharap Majelis Hakim memberikan putusan yang adil berdasarkan fakta dan bukti yang terungkap dalam persidangan, bukan berdasarkan tuduhan atau tekanan.*

(Agus Iskandar)

Baca Juga

0 Komentar

descriptivetext
descriptivetext
descriptivetext
© Copyright 2022 - SWARA INDEPENDEN